Kamis, 27 Maret 2014

Lagi.. Tentang kita


            Ini bukan yang pertama, duduk sendirian dan memerhatikan beberapa tulisan berlalu-lalang. Setiap abjad yang tersusun dalam kata terangkai menjadi kalimat, dan entah mengapa sosokmu selalu berada disana, berdiam dalam tulisan yang sebenarnya enggan aku baca dan ku definisikan lagi. Kekosongan dan kehampaan sudah berganti-ganti wajah sejak tadi, namun aku tetap menunduk, mencoba tak memedulikan keadaan.

            Tentu saja, kamu tak merasakan yang kurasakan, juga tak memiliki rindu yang tersimpan rapat-rapat. Aku sengaja menyembunyikan perasaan itu, agar kita tak lagi saling menganggu.
            
            Kalau boleh aku jujur, kata “Dulu” begitu akrab di otak, pikiran, dan telingaku. Seperti ada sesuatu yang terjadi, sangat dekat, sangat mendalam, sampai-sampai tak mampu terhapus begitu saja oleh angkuhnya waktu dan jarak. Sudah kesekian kali, aku diam-diam menyebut namamu dalam sepi, dan membiarkan kenangan terbang mengikuti gelitik manja angin; tertiup jauh namun mungkin akan kembali.
            Wajah baruku bisa kau lihat sendiri, terlihat lebih baik dan lebih hangat daripada saat awal perpisahan kita. Tidak usah dibawa serius, hanya beberapa rangkaian paragraf bodoh untuk menemani rasa sepi yang sudah lama sekali datang menghantui. Sejak kau tak lagi disini, sejak aku dan kamu memilih jalan sendiri-sendiri, aku malah sering main dengan sepi, sulit dipungkiri.
             Tak ada yang berbeda disini. Aku masih bernapas, jantungku masih berdetak, dan denyut nadiku masih bekerja dengan normal. Memang, semua terlihat mengalir dan bergerak seperti biasa, tapi apakah yang terlihat oleh mata benar-benar sama dengan yang dirasakan oleh hati? Sungguh, aku ingin tersadar dari bayang-bayang yang terlalu sering ku kejar. Sekali lagi, aku masih sendiri, bermain dengan masa lalu yang sebenarnya tak pernah ingin kuingat lagi.
            Aku hanya ingin kau tau, tak semua yang baru menjamin kebahagiaan. Dan, tak semua yang disebut masa lalu akan menghasilkan air mata. Aku begitu yakin pada hal itu. Sampai pada akhirnya, aku tau rasanya melepaskan diri dari segala hal yang sebenarnya tak ingin kutinggalkan.
           Aku tau segalanya telah berubah, jarum jam tak mungkin bisa diputar kekiri, dan Aku juga tak perlu meratap, karena ia pasti telah menemukan dunia baru, dunia yang lebih indah. Aku turut senang jika hal itu benar, kembali pada bagian awal, Tuhan. Aku tak ingin dia merasakan sakitnya perpisahan, seperti yang aku rasakan. Akhir percakapan, aku hanya minta agar ia selalu diberi kesahatan. Kembali pada bagian awal, aku hanya ingin dia bahagia. Cukup.

 Aku tau, semua akan indah. Asal bisa setia dalam kesabaran.







Kutipan; Dwitasaridwita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar